GUMBORO, VAKSIN DAN KEKEBALAN
“Apakah
ada vaksin (maksudnya: Vaksin Gumboro) yang tangguh menjadi benteng
sebenarnya?” ujar Durrahman, seorang peternak ayam potong di kawasan
pegunungan seribu Wonosari Yogyakarta.
Memang
cukup beralasan keluhan yang bernada pertanyaan itu disampaikan
Durrahman itu kepada Infovet yang ditemui di kandangnya yang relatif
besar. Lokasi kandang sebenarnya cukup panas karena pepohonan meranggas
di mana daun-daun pohon besar yang biasa melindungi itu rontok jika
memasuki awal musim kemarau.
Sebenarnya
lokasi kandang itu berada di kawasan yang kurang ideal, sekadar untuk
tidak mengatakan tidak memenuhi persyaratan bagi pertumbuhan ayam
potong. Aspek suhu lingkungan yang panas dan juga volume cadangan air
sangat terbatas bagi usaha peternakan adalah contohnya.
Namun
demikian kondisi yang sangat minimalis itu tetap tidak menyurutkan niat
dan tekad Durrahman untuk berusaha menekuni usaha itu. Meski baru
berjalan sekitar 3-4 tahun, namun jika dilihat dari perkembangan tingkat
kesejahteraan keluarganya, maka Durrahman termasuk cukup berhasil.
“Saya
mencoba menentang arus dan melawan sebagian besar pendapat para
praktisi perunggasan bahwa kawasan usaha saya tidak cocok sebagai tempat
beternak ayam potong,” tuturnya.
Mantan
pekerja kandang ayam di Bogor yang kembali ke desanya itu mencoba usaha
itu di desanya oleh karena aset yang dimiliki dan ketrampilan hanya
itu.
Selepas dari Bogor meneguhkan minat dan tekadnya untuk menjadi peternak mandiri skala kecil-kecilan.
Oleh
karena lokasi tempat tinggalnya yang merupakan aset utama berada di
pegunungan gersang setiap kali musim kemarau menjelang, dicoba untuk
dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Ketika
ditanyakan kendala dan hambatan untuk mengembangkan lebih besar
usahanya disamping kesulitan mendapatkan lahan yang luas dan jauh dari
pemukiman penduduk juga karena ada salah satu penyakit yang selama ini
masih dianggap sulit diantisipasi dan dihadapi. Penyakit itu adalah
Gumboro.
Menurutnya
program kesehatan seperti vaksinasi sebagaimana disyaratkan telah
dilakukan dengan ketat. Oleh karena itu Durrahman mencoba menantang para
pemasar vaksin untuk berani memberikan jaminan bebas gangguan selama
pemeliharaan, ternyata tidak ada yang berani.
“Apakah
ada vaksin (maksudnya: Vaksin Gumboro) yang tangguh menjadi benteng
sebenarnya,” ujar Durrahman kepada Infovet mengulangi tantangannya
setiap bertemu dengan para tenaga kesehatan lapangan.
Dan,
hampir tidak ada yang berani memberikan jaminan, umumnya saran dan
nasehat, nyaris seperti nasehat juragannya dahulu waktu di Bogor kepada
dirinya dan pekerja kandang agar menjaga kebersihan dan terus melakukan
penyemprotan.
Terkadang,
lanjut Durrahman, ia mengambil sebuah kesimpulan akhir bahwa penyakit
ayam sudah seperti bagian tak terpisahkan dari usaha perunggasan. Sebab
atas dasar pengalamannya sebagai anak kandang hampir pasti ada gagguan
penyakit dari yang ringan sampai yang ‘ganas’.
Menurutnya belum pernah sekalipun dalam satu periode yang mulus dan lolos dari sergapan penyakit.
Khusus
penyakit Gumboro, memang termasuk momok dan membuat pengelola senam
jantung. Sebab terkadang, menerjang ketika usia masih belum layak panen,
tetapi juga paling sering ketika sudah mendekati usia panen.
“Pertumbuhan
dan performans ayam sangat bagus juga harga pasar yang sedang tinggi…
eee Gumboro muncul. Seolah seperti terbangun dari tidur ketika sedang
mimpi indah.” ujarnya seolah menceritakan harapan yang musnah seketika.
Selama
ini Durrahman mengatasi kasus Gumboro ketika usia masih awal atau muda
hanya dengan pemberian air gula atau sorbitol dan parasetamol (zat aktif
penurun panas) dan semprot kandang secara teruis menerus.
Pengalamannya
cara itu memang tidak bisa mengatasi dengan sempurna namun mampu
menekan angka kerugian yang mungkin akan jauh lebih besar jika di
revaksinasi.
“Pemberian
air minum yang mengandung zat manis-manis mampu menekan kematian dan
munculnya kerdil sampai 30%. Selama saya menjadi anak kandang cara dan
metoda itu setidaknya masih yang terbaik” tuturnya.
Kembali
ia bertanya ke Infovet, apakah ada cara lain lagi selain vaksinasi yang
ternyata tidak bisa menjamin 80% sakalipun apalagi 100% bisa terbebas
dari gangguan penyakit Gumboro.
Bahkan
yang paling memprihatinkan jika penyakit ini muncul seolah penyakit
lain antri untuk ikut melemahkan ayam, sehingga tidak heran jika para
peternak termasuk dirinya begitu traumatis dengan Gumboro.
Meskipun
traumatis namun oleh karena kenyataan itu harus dihadapi maka setiap
peternak, menurut Durrahman pasti mencoba mencari solusi sendiri atas
dasar pengalaman dan improvisasi lapangan.
Seperti
caranya selama ini, masih dianggap solusi terbaiknya. Pertanyaannya
apakah ada pengalaman peternak lain yang lebih sukses dan mulus
menghadapi Gumboro?
Kekebalan Broiler
Untuk menjawab pertanyaan dan kegelisahan peternak ini, kita mesti memahami ihwal kekebalan ternak ayam.
Sama
dengan tubuh manusia, tubuh hewan juga rentan dengan gangguan bibit
penyakit. Artinya diperlukan juga sistem imun yang kuat untuk menangkal
berjangkitnya bibit penyakit pada tubuh ternak tersebut.
“Fungsi
sistem imun sangat penting untuk kesehatan ternak terutama ayam broiler
yang mempunyai batasan umur pemeliharaan,” Akademisi Fakultas Pertanian
dan Peternakan UIN Suska Riau drh Jully Handoko mengatakan.
Dikatakan
alumnus Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta
ini, tujuan dari pemeliharaan ayam broiler adalah pencapaian berat badan
yang optimal dengan penerapan tatalaksana pemeliharaan yang maksimal.
Berat
badan ayam broiler yang optimal hanya didapat bila ternak sehat dan
tidak ada gangguan bibit penyakit, artinya peternak harus
mengesampingkan atau memangkas ancaman bibit penyakit yang akan
menggerogoti ayam broiler peliharaannya tersebut.
Jully
mengatakan pada kasus Gumboro, pada Gumboro bentuk dini akan merusak
sistem kekebalan ayam secara masif. Kerusakan ini tidak akan sembuh
kembali, akibatnya akan terjadi imunosupresi yang permanen pada ayam
dimaksud. “Dan inilah awal kerugian yang sebenarnya pada peternak ayam
broiler,” tegas Jully.
Senada
dengan Jully, Drh Budi alumni FKH UGM angkatan 1980 menambahkan,
imunosupresi yang dipicu oleh Gumboro juga dapat menyebabkan ayam lebih
muda atau rentan terinfeksi oleh pelbagai penyakit lain dan parahnya
lagi adalah tidak responnya sistem kebal yang dimiliki ayam terhadap
vaksinasi untuk jenis penyakit lainnya.
Bursa Fabrisius
Sistem
kebal ayam dan ternak lain merupakan sistem yang sangat komplek. Pada
ayam, ada dua organ tubuh yang berhubungan dengan sistem kebal, yakni
bursa dan timus.
Bursa
sebagian besar berisi sel B yang berperan dalam memproduksi antibodi
humoral atau yang bersikulasi, sedang timus sebagian besar berisi sel T
dengan fungsi mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi bakteri
atau virus, mengaktifkan makrofag dalam fagositosis dan membantu sel B
dalam memproduksi antibodi.
Pada
masa embrio, kedua sistem ini diprogramkan untuk menghasilkan kekebalan
aktif terhadap penyakit, artinya kekebalan yang didapat sebagai akibat
pernah menderita penyakit infeksi atau karena inokulasi dengan
bahan-bahan penyebab penyakit yang telah diubah bentuknya.
Di
samping itu, virus penyakit Gumboro tidak hanya menyerang bursa, yang
dapat menyebabkan gangguan terhadap kemampuan produksi antibodi humoral,
tapi juga dapat menyerang timus yang akan menghancurkan kekebalan
berperantara sel.
Bila
infeksi terjadi sebelum ayam berumur 3 minggu maka kerusakan akibatnya
bersifat permanen, sedang bila infeksi terjadi setelah ayam berumur 3
minggu, kerusakan tersebut tampaknya bersifat sementara dan sistem kebal
ayam yang sembuh kembali akan berfungsi lagi dalam waktu 2-3 minggu
pasca infeksi.
Antibodi Maternal
Lalu
bagaimana mengatasi infeksi pada anak ayam, kembali drh Jully Handoko
menegaskan bahwa anak ayam telah memperoleh antibodi pasif yang didapat
dari induknya melalui kuning telur (antibodi maternal), ini dapat
dilakukan dengan cara mengusahakan tingkat antibodi humoral tetap tinggi
pada ayam induk atau parent stock.
Hal
ini sangat efektif dalam mencegah dan melindungi anak ayam dari
infeksi. “Pihak breeder tetap memegang peran penting dalam memangkas
munculnya kasus-kasus penyakit akibat imunosupresi,” imbau akademisi
Fapertapet UIN Suska ini.
Di
samping itu, antibodi maternal tidak hanya melindungi anak ayam
terhadap infeksi, tetapi juga akan menghalangi pembentukan antibodi
aktif terhadap IBD.
Telah
diketahui bahwa waktu paruh antibodi maternal IBD berkisar 3-4 hari,
dan ayam yang memiliki antibodi maternal dengan titer yang tinggi, maka
tingkat antibodi maternalnya akan berkurang jauh lebih cepat bila
dibanding dengan ayam yang mempunyai titer antibodi maternal rendah.
Tindakan Pencegahan
Lalu, apa yang harus dilakukan peternak untuk mencegah infeksi Gumboro penyakit yang menurunkan kekebalan tubuh ayam ini?
Merujuk
pada konsep lapang dari pengalaman peternak, drh Budi menuturkan bahwa
ada 3 cara tindakan preventif infeksi dini virus Gumboro yang dapat
dilakukan peternak yaitu”
1) Mencegah ayam kontak dengan virus Gumboro,
2) Memberi vaksin pada ayam induk sehingga anak ayam memperoleh perlindungan melalui antibodi maternal, dan
3) Memberi vaksin pada anak ayam dengan jenis vaksin Gumboro aktif yang non virulen.
2) Memberi vaksin pada ayam induk sehingga anak ayam memperoleh perlindungan melalui antibodi maternal, dan
3) Memberi vaksin pada anak ayam dengan jenis vaksin Gumboro aktif yang non virulen.
Berulangnya
kasus Gumboro di tingkat peternak lebih disebabkan oleh faktor
ekonomis. Maksudnya adalah pada ayam broiler seyogyanya vaksinasi
Gumboro dilakukan dua kali, namun mengingat biaya yang dikeluarkan
peternak cukup tinggi, maka peternak hanya melakukannya sekali selama
periode pemeliharaan.
Hal
ini berdampak negatif, di mana Gumboro akan menimbulkan serangannya
pada saat-saat mendekati panen. “Inilah yang perlu diwaspadai peternak,”
tegas Budi yang juga menghimbau, di samping Gumboro, peternak juga
mesti tetap waspada terhadap jenis penyakit lain yang juga dapat
menurunkan imunitas ayam. Penyakit tersebut adalah CRD dan Koksidiosis.
Eliminir Faktor Pemicu
Sementara
itu M Hadie peternak broiler di Panam pinggiran Kota Pekanbaru
mengatakan bahwa dalam penanganan Gumboro diperlukan perhatian serius
terhadap faktor-faktor pemicu berjangkitnya penyakit tersebut.
Lebih
lanjut dikatakannya, faktor kepadatan kandang saat minggu pertama
pemeliharaan perlu diperhatikan, hal ini terkait dengan tingkat stres
ayam dan ini disinyalir sebagai awal petaka menurunnya daya tahan tubuh
ayam dimaksud.
Sedang
menurut drh Rondang Nayati MM Kasubdin Kesehatan Hewan Dinas Peternakan
Provinsi Riau lebih menganjurkan pada keseimbangan gizi makanan yang
dikonsumsi ayam baik broiler maupun layer.
Hal
ini cukup mendasar, karena bila ayam cukup makanan dengan gizi yang
baik maka ayam mampu bertahan dari serangan penyakit. Terkait penggunaan
obat-obatan hewan, istri mantan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Riau
ini menegaskan harus diberikan secara hati-hati, karena ini menyangkut
keamanan konsumen (food safety).
Vaksinasi dan Kekebalan
Kekebalan
yang dibentuk oleh tubuh ayam ada dua yaitu kekebalan humoral atau
menyeluruh, di mana zat kebal ada dalam aliran darah dan kekebalan lokal
dengan zat kebal terdapat pada bagian tubuh yang pernah diserang
penyakit.
Demikian
Drh Muhammad Firdaus MSi Kasi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota
Pekanbaru seraya melanjutkan, kekebalan lokal dapat merupakan senjata
untuk menghadapi serangan bibit penyakit. Tapi, kemampuannya hanya dapat
membunuh bibit penyakit ditempat di mana ada zat kebal, misalnya di
saluran pernafasan, maka infeksi tidak terjadi pada saluran pernafasan
tersebut.
Sementara,
pada bagian tubuh yang lain yang tidak terdapat zat kebal, memungkinkan
terpapar bibit penyakit. “Inilah bedanya dengan kekebalan humoral yang
dapat menangkis serangan bibit penyakit di lokasi tubuh yang manapun,”
jelas alumni pasca sarjana UNRI ini.
Vaksin
merupakan mikroorganisme bibit penyakit yang telah dilemahkan
virulensinya atau dimatikan dan apabila diberikan pada ternak tidak
menimbulkan penyakit melainkan dapat merangsang pembentukan zat kebal
yang sesuai dengan jenis vaksinnya.
Sedang
vaksinasi merupakan tindakan memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak
dan merupakan suatu usaha dengan tujuan melindungi ternak terhadap
serangan penyakit tertentu.
Bagi peternak, vaksinasi sudah merupakan kegiatan rutin dalam usaha peternakannya.
Lebih
lanjut dipaparkannya bahwa vaksinasi yang dilakukan peternak dengan
cara tetes mata, tetes hidung, air minum dan spray akan merangsang badan
ayam untuk membentuk kekebalan lokal, sedangkan pelaksanaan vaksinasi
dengan injeksi atau suntikan akan merangsang pembentukan kekebalan
humoral atau menyeluruh.
Pada
anak ayam, aplikasi vaksinasi biasanya dengan cara tetes mata atau
tetes hidung, dan kadang-kadang pemberiannya melalui suntikan bila yang
jenis vaksinnya inaktif. Vaksinasi melalui air minum tidak bisa
dilakukan, karena anak ayam umur 1-4 hari minumnya masih sedikit dan
tidak teratur.
Pada
ayam dewasa, aplikasi vaksinasi biasanya dengan tetes mata, tetes
hidung, air minum dan suntikan. “Hanya melalui suntikan yang dapat
memberi jaminan ketepatan dosis vaksin yang diberikan pada ayam,”
pungkas Firdaus.
Anda
tentu punya penagalaman yang dapat disarikan untuk sebuah langkah
sukses mengatasi penyakit kekebalan tubuh ayam ini. Informasi di atas
tentu dapat menjadi sebuah bandingan untuk langkah pasti dan semakin
pasti!
PENYAKIT ND
ND
merupakan masalah besar dan momok bagi dunia peternakan, karena
penyakit ini dapat menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi
(mencapai 100%) dan waktu penyebarannya yang sangat cepat, baik pada
ayam ras, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Menurut para ahli,
penyakit ini dapat menular pada manusia dengan gejala klinis
conjunctivitis (radang konjunctiva mata) walaupun kasusnya sangat jarang
dijumpai. Sedangkan pada unggas dan burung liar lainnya dengan gejala
klinis berupa gejala syaraf, gejala pernafasan dan gejala pencernaan.
Penyebab dan Kejadiannya Penyakit ND disebabkanoleh virus dari famili
Paramyxoviridae dengan genus Pneumovirus atau Paramyxovirus, dimana
virus ini dapat menghemaglutinasi darah. Penyakit ini pertama kali
ditemukan oleh Doyle pada tahun 1926 didaerah Newcastle Inggris dan pada
tahun yang sama Kraneveld menemukan virus penyakit ini di Bogor.
Kejadian penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dimana menyerang
seluruh jenis unggas termasuk burung liar. Virus penyakit ini dapat
ditemukan pada organ-organ seperti alat pernafasan, syaraf dan
pencernaan. Penyebaran Penyebaran penyakit ini biasanya melalui kontak
langsung dengan ayam yang sakit dan kotorannya, melalui ransum, air
minum, kandang, tempat ransum/minum, peralatan lainnya yang tercemar
oleh kuman penyakit, melalui pengunjung, serangga, burung liar dan
angin/udara (dapat mencapai radius 5 km). Virus ND ditemukan dalam
jumlah tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus ini
terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran,
telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalam karkas selama
infeksi akut sampai kematian. Gejala Klinis Gejala penyakit ini dapat
diamati melalui gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar
bernafas, megap-megap dan ngorok; gejala syaraf berupa sayap terkulai,
kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala
dan leher terpuntir (torticoles) yang merupakan gejala khas penyakit
ini. Kemudian gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan
sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti,
kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan
permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh
karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian
anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua. Bedah
Bangkai Untuk lebih meyakinkan bahwa suatu peternakan benar atau tidanya
terserang ND, maka tindakan bedah bangkai adalah jalan terbaik dalam
menegakkan diagnosa. Pada kasus ND hasil bedah bangkai berupa gejala
khas penyakit ini, yaitu adanya bintik-bintik merah (ptechie) pada
proventriculus (kantong depan ampela). Selain itu juga terjadi perubahan
pada lapisan usus berupa pendarahan dan kematian jaringan (nekrosa).
Pada organ pernafasan akan mengalami eksudasi dan kantong udaranya
menipis. Penanggulangan Berhubung penyakit ND disebabkan oleh virus maka
sampai saat ini belum ada satu jenis obat yang efektif dapat
menyembuhkan penyakit ini. Penanggulangan penyakit ND hanya dapat
dilakukan dengan dengan tindakan pencegahan (preventif) melalui program
vaksinasi yang baik. Ada dua jenis vaksin yang dapat diberikan yaitu
vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang
telah dilemahkan, diantaranya yang banyak digunakan adalah strain
Lentogenic terutama vaksin Hitchner B-1 dan Lasota. Vaksin aktif ini
dapat menimbulkan kekebalan dalam kurun waktu yang lama sehingga
penggunaan vaksin aktif lebih dianjurkan dibanding vaksin inaktif.
Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan masa
kekebalan yang ditimbulkan. Vaksinasi pertama sebaiknya diberikan paling
lambat hari ke-empat umur ayam, karena penundaan sampai umur dua minggu
dan seterusnya akan menghilangkan kemampuan pembentukan antibodi aktif
oleh antibodi induk, sebab pada umur tersebut antibodi induk sudah tidak
berfungsi lagi. Program vaksinasi pada ayam pedaging sebaiknya
dilakukan pada umur tiga hari dan vaksinasi lanjutan pada umur tiga
minggu, sedangkan pada ayam petelur pada umur tiga hari, empat minggu,
tiga bulan dan selanjutnya tiap empat bulan sesuai kebutuhan. Pemberian
vaksin dapat dilakukan dengan cara semprot, tetes (mata, hidung, mulut),
air minum dan suntikan. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan vaksinasi diantaranya : · Vaksinasi hanya dilakukan pada
ternak yang benar-benar sehat · Vaksin segera diberikan setelah
dilarutkan · Hindari vaksin dari sinar matahari langsung · Hindari
hal-hal yang dapat menimbulkan stress berat pada ternak · Cuci tangan
dengan detergen sebelum dan sesudah melakukan vaksinasi Penutup
Mengingat kerugian ekonomi yang ditimbulan oleh penyakit ND ini sangat
tinggi maka jalan terbaik dalam menanggulaninya adalah dengan
menjalankan program manajemen yang ketat berupa program vaksinasi dan
sanitasi lingkungan yang baik guna menghindari penyakit ini sehingga
keuntungan akan dapat lebih meningkat.
PENYAKIT CRD
Berdasarkan
data, kasus serangan peyakit unggas terutama ayam di tahun 2003 yaitu
penyakit ngorok yang komplek atau sering juga disebut Chronic
Respiratory Desease (CRD) komplek. Memang saat ini CRD komplek masih
susah ditangani, padahal kerugian yang ditimbulkannya tidaklah sedikit.
Hal ini dihubungkan dengan rendahnya laju pertumbuhan, tingginya angka
kematian dan tingginya konversi ransum. Kerugian lain akibat CRD komplek
adalah keseragaman bobot badan yang tidak tercapai dan banyaknya ayam
yang harus diafkir, sehingga para peternak akan merugi.
CRD
komplek merupakan gabungan penyakit dengan 2 (dua) komponen yaitu
Mycoplasma galisepticum dan bakteri Escherichia coli. Faktor penentu
menularnya penyakit ini adalah sistem pemeliharaan dengan suhu
lingkungan yang tinggi yaitu panas atau dingin, kelembaban tinggi,
kurangnya ventilasi, kepadatan ternak terlalu tinggi dan cara
pemeliharaan yang berbagai umur. Biosecurity yang ketat dan pemilihan
antibiotik yang spesifik merupakan langkah yang harus ditempuh untuk
menyelamatkan ayam dari penyakit tersebut.
Penyakit
ngorok atau CRD pada ayam ini merupakan suatu penyakit yang menyerang
saluran pernafasan dimana sifatnya kronis. Disebut “kronis karena
penyakit ini berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu lama
(menahun) dan ayamnya tidak sembuh-sembuh”. Penyebab utamanya adalah
keracunan Mycoplasma galisepticum, salah satu gejala khas CRD adalah
ayam tersebut ngorok, sehingga peternak menyebutnya penyakit ngorok.
Sebagai
penyakit tunggal, CRD jarang sampai menimbulkan kematian namun
menimbulkan angka kesakitan yang tinggi. Di lapangan kasus CRD murni
jarang ditemukan, yang sering ditemukan adalah CRD komplek, yaitu
penyakit CRD yang diikuti oleh infeksi penyakit lainnya, terutama sering
diikuti oleh bakteri Escherichia coli.
CRD
komplek dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Penyakit
ini dapat menyebabkan kematian. Selain itu, dapat menyebabkan
pertumbuhan terhambat, mutu karkas jelek, produksi telur menurun,
keseragaman bobot badan yang tidak tercapai dan banyaknya ayam yang
harus diafkir juga semakin memperbesar biaya pengobatan.
Penyakit
ngorok komplek pada ayam ini dapat berkomplikasi dengan mikroba
penyakit lain seperti dengan penyakit tetelo atau New Castle Desease
(ND), Infetious Bronhitis (IB) dan E. coli. CRD dapat menyerang ayam
pada semua umur dengan angka penularan yang cepat.
Penyebab
penyakit ini, bisa terdapat di ayam yang sehat, dimana ayam tersebut
disebut ayam pembawa penyakit (carier). Ayam yang terserang CRD saat
daya tahan tubuhnya menurun pada waktu stress seperti pindah kandang,
kedinginan, vaksinasi, potong paruh, ventilasi jelek, litter lembab,
kadar amonia tinggi atau ayam terserang penyakit lain.
Kerugian
akibat CRD komplek diantaranya adalah kegagalan vaksinasi, karena CRD
komplek bersifat immunosupressant ( menekan kekebalan), terhambatnya
pertumbuhan, tingginya angka kematian, tingginya biaya pengobatan dan
meningkatnya konversi ransum.
Untuk
memberantas CRD komplek ini tidak gampang. Caranya adalah dengan
melakukan pengobatan yang tepat, melakukan hal yang dapat menyebabkan
putusnya mata rantai penyebab terjadinya CRD komplek. Misalnya kita
harus menjaga masuknya agent penyakit ke dalam tubuh ayam, selain itu
para peternak harus mempertahankan kesehatan ayamnya dengan memberikan
multivitamin dan juga para peternak harus memelihara lingkungan kandang
supaya segar dan sehat, tentunya tidak pengap, ventilasi cukup dan tidak
lembab. Selain itu kepadatan kandang harus selalu diperhatikan,
sehingga udara bersih selalu terjamin. Suhu kandang yang terlalu panas
juga dapat menyebabkan meningkatnya nafsu minum dan menurunnya nafsu
makan. Dengan meningkatnya nafsu minum, maka akan merangsang peningkatan
urinasi dan litter menjadi basah, sehingga konsentrasi ammonia tinggi
dan dapat menyebabkan gangguan pernafasan, akhirnya ayam akan rawan
terhadap CRD komplek.
Suatu
strategi dalam melakukan pengendalian CRD komplek yang efektif adalah
dengan melakukan pemeriksaan terhadap anak ayam umur 1 (satu) hari atau
sering disebut dengan Day Old Chick (DOC) dari pembibitnya, hasil
diagnosa yang tepat bersamaan dengan biosecurity yang efektif dan
pelaksanaan tatalaksana pemeliharaan yang baik. Adapun cara-cara
melakukan pengendalian CRD komplek yaitu :
(1) memperbaiki tatalaksana kandang,
(2) melakukan sanitasi air minum yang baik,
(3) melakukan pengobatan yang tepat dan
(4) melaksakan biosecurity yang ketat.
Langkah-langkah
untuk melakukan biosecurity yang ketat antara lain (1) melakukan
pengafkiran pada ayam yang terinfeksi, (2) membersihkan kandang dengan
tekanan air yang tinggi serta melakukan penyemprotan kandang dengan
memakai desinfektan, (3) kosongkan kandang minimal 2 (dua) minggu
setelah kandang dibersihkan, (4) pengontrolan lalu-lintas dengan
mengontrol kendaraan yang keluar masuk lokasi peternakan.
Dari
uraian tersebut di atas maka dapat disimpulkan apabila peternakan anda
terkena CRD komplek, yang perlu diperhatikan adalah (1) menekan kadar
amonia dan debu yang ada di kandang, dengan melakukan perbaikan pada
kondisi kandang, mengurangi kepadatan kandang, perhatikan tatalaksana
litter, ventilasi kandang dan pengaruh lingkungan, (2) pemeliharaan ayam
harus dilakukan secara all-in all-out, (3) melakukan pemilihan obat
yang tepat dan kita harus memperhatikan faktor resistensi dari kuman.
Harapan
penulis, apabila peternakan anda terkena CRD komlpek, jangan panik,
lakukanlah penanganannya seperti yang sudah penulis uraikan.
Semoga Bermanfaat .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar